Perjalanan kehidupan pernah membawa pembicara, penulis dan konsultan manajemen ini menuntut ilmu di Inggris dan Prancis dengan beasiswa. Meski pernah lama berada di luar negeri Gede Prama tetap cinta alam dan selalu mendengar bel kesadaran yang ada di alam. Dan kini ia memilih tinggal didesa kecil bernama Tajun di Bali Utara. Renungan-renungan Gede Prama tentang alam bisa kita baca pada puluhan buku-bukunya dan artikelnya di blog pribadinya.
Salah satu renungan Gede Prama tentang alam adalah nyanyian-nyanyian bambu yang terdapat dalam buku pencerahan dalam perjalanan. Ini merupakan salah satu artikel Gede Prama yang saya suka.
Renungan Gede Prama: Nyanyian-nyanyian Bambu
Konon bambu dihutan iri dengan nasib seruling. Suaranya dikagumi oleh banyak orang. Mendengar itu seruling pun memberikan penjelasan, hai bambu dulunya saya juga seperti kalian. Sebelum menjadi seruling, kakiku dipotong golok atau parang, badan dihaluskan dengan pisau tajam dan yang paling menyakitkan dadaku dilubangi.
Perjalanan manusia-manusia bercahaya juga kurang lebih sama dengan perjalanan sang seruling. Tidak ada diantara mereka yang perjalanannya hanya lurus mulus.
Banyak anak muda yang demikian bersemangat dan bertenaga. Sekolah, kursus, berorganisasi, mencari bea siswa dan segudang aktivitas bertenaga lainnya. Intinya Cuma satu, bila orang lain bisa kenapa saya tidak. Keyakinan seperti ini juga yang menyebabkan sejumlah motivator mendorong banyak orang agar cepat kaya raya. Anthony Robbin sebagai contoh, memberi judul karyanya dengan Awakening The Giant Within. Membangunkan raksasa yang ada dalam diri.
Premis orang di jalan ini jelas sekali. Pertama, tidak ada istilah tidak bisa. Kedua, kemampuan di dalam diri sini tidak terbatas. Ketiga, lebih tinggi kehidupan yang bisa diraih itu lebih baik. Dan ternyata, bagi mereka yang sudah menua bijaksana akan tersenyum penuh pengertian. Dalam kehidupan, ada yang bisa dicapai, ada yang hanya layak disyukuri. Ada wilayah kehidupan yang bisa digedor dengan kerja dan usaha. Ada wilayah kehidupan yang hanya menjadi milik misteri.
Sampai di tingkatan ini melarang anak muda berusaha keras tentu bukan pilihan yang bijaksana. Sebagaimana cemara yang sejuk di gunung, kelapa yang bertumbuh kokoh di pantai, biarkanlah mereka bertumbuh sesuai dengan tingkat kedewasaannya. Namun bagi yang sudah menua, selain badan sudah berhenti berbau parfum, digantikan oleh bau minyak kayu putih, mungkin ada gunanya mendengar nyanyian-nyanyian bambu.
Coba perhatikan baik-baik bambu. Ia kuat dan kokoh tanpa pernah bisa dicabut angin. Dan alasan utama kenapa bambu kuat adalah karena berakar kuat ke dalam. Ini berbeda dengan manusia yang hidupnya lemah dan keropos, terutama karena berakar keluar (pangkat, kekayaan). Ini memberi inspirasi, belajarlah bertumbuh dengan berakar kedalam. Ke dalam persahabatan dan rasa syukur atas berkah kehidupan.
Kedua, bambu senantiasa segar di segala musim. Ini berbeda dengan kebanyakan manusia yang hanya segar bila punya uang, naik pangkat, dipuji. Dan karena tidak ada kehidupan yang selalu kaya dan bahagia, maka layaklah direnungkan untuk belajar indah di setiap langkah. Kaya indah karena banyak yang bisa dibantu dengan kekayaan. Miskin juga indah, karena melalui kemiskinan manusia tidak perlu takut kehilangan. Naik pangkat indah karena penuh pujian. Pensiun juga indah. Berlimpah waktu yang tersedia untuk diamalkan.
Nyanyian bambu yang ketiga, setelah tinggi bambu merunduk rendah hati. Siapa saja yang setelah tinggi kemudian tinggi hati, ia sedang manabung untuk keruntuhannya di kemudian hari. Dan puncak cerita bambu adalah ketika di belah didalamnya kosong.
Bila boleh jujur, kenapa banyak kehidupan mudah stres, marah, tersinggung karena didalamnya penuh berisi. Dari harga diri, kekayaan sampai status sosial. Sehingga jika ada yang berperilaku berbeda dari yang diharapkan, godaan untuk marah akan mudah muncul. Dan bambu mengajarkan bahwa semua yang hebat-hebat yang membuat manusia mudah marah suatu hari akan berakhir dengan kekosongan.